Nama : Nahdiani
NIM  : 1810716120005
Prody : Ilmu Kelautan

FISHING GROUND

A.      Pengertian Fishing Ground
Nelayan Indonesia sebagian besar merupakan nelayan tradisional atau nelayan kecil, Secara umum nelayan tradisional mempunyai tingkat pendidikan relatif rendah, dan kemampuan modal yang sangat terbatas. Sebagian besar nelayan masih menggunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel serta peralatan tangkap sederhana. Akses nelayan tradisional terhadap informasi juga relatif terbatas, hal ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama.
Di sisi lain, nelayan tradisional mempunyai pengetahuan lokal (local knowlegde) secara alamiah mengenai wilayah - wilayah potensi ikan yang diwariskan secara turun-temurun. Nelayan mengetahui kapan terjadi musim ikan tertentu. Pengetahuan lokal ini dapat dijadikan sebagai input untuk mengkaji kondisi oseanografis wilayah tangkap ikan, untuk memprediksi pola sebaran fishing ground.
Daerah Penangkapan Ikan (Fishing ground) adalah merupakan daerah / area dimana pupulasi dari suatu organisme dapat dimanfaatkan sebagai penghasil perikanan, yang bahkan apabila memungkinkan “diburu” oleh para Fishing Master yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan skala industri  dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan dan teknologi yang dimilikinya semakin cangggih. Suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.
Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya. Pengetahuan fishing ground merupakan langkah awal dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya ikan yaitu untuk mengetahui dengan jelas batas wilayah dimana sumberdaya ikan yang diatur berada.
Menurut Subani (1978) mendefinisikan alat penangkapan ikan adalah alat yang di gunakan untuk melakukan penangkapan ikan dan udang. Alat penangkapan yag digunakan untuk mengejar gerombolan ikan di perairan, baik di perairan laut maupun di perairan tawar (zainal, 2014).
B.  Syarat/Kriteria dan Karakteristik  Daerah Penangkapan Ikan
Gambar daerah penangkaapan ikan.
Masrikat (2009), menyatakan perairan yang subur ditandai dengan melimpahnya fitoplankton. Kesuburan perairan juga ditandai oleh tinggi rendahnya kadar fosfat dan nitrat disuatu perairan (Patty, 2014). Menurut Eslinger et al (2001), kelimpahan fitoplankton ditentukan oleh kondisi suatu perairan seperti nitrat, fosfat, suhu dan penetrasi cahaya. Kemudian energi yang berasal dari fitoplankton akan diteruskan ke organisme lain pada tingkatan trofik yang lebih tinggi (Lampman and Makarewicz, 1999). Adapun dalam suatu proses rantai makanan atau tingkatan trofik dapat mengalami perubahan secara musiman akibat pengaruh lingkungan (Kerner et al, 2004 dalam Ain, 2014). Oleh karena itu penentuan daerah penangkapan ikan (daerah fishing ground) perlu dilakukan berdasarkan musim. Penentuan daerah fishing ground tersebut salah satunya dengan pendekatan tingkat kesuburan perairan. Informasi fishing ground dapat memberikan manfaat bagi stake holder khususnya nelayan. Sehingga trip penangkapan akan berjalan lebih efektif, efisien dan didapatkan hasil yang maksimal.
Kondisi-kondisi yang perlu dijadikan acuan dalam menentukan daerah penangkapan ikan adalah sebagai berikut :
a). Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya datang bersama-sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk dijadikan habitat ikan tersebut. Daerahnya harus sesuai untuk habitat ikan,
b). Merupakan tempat dimana mudah menggunakan peralatan penangkapan ikan bagi nelayan.  terkadang pada perairan tersebut susah untuk dilakukan pengoperasian alat tangkap, khususnya peralatan jaring karena keberadaan kerumunan bebatuan dan karang koral. Terkadang tempat tersebut memiliki arus yang menghanyutkan dan perbedaan pasang surut yang besar. Pada tempat tersebut para nelayan sedemikian perlu memperhatikan untuk menghiraukan mengoperasikan alat tangkap.
c). Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis. Para manajer perikanan harus membuat keuntungan pada setiap operasi. Jika daerah penagkapan tersebut terlalu jauh dari pelabuhan, itu akan memerlukan bahan bakar yang banyak. Jika usaha perikanan tersebut benar-benar memiliki harapan yang besar, usaha yang dijalankan mungkin boleh pergi ke tempat yang lebih jauh.

C.  Sebab-Sebab Utama Jenis ikan berkumpul disuatu daerah perairan
Hubungan antara ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan lingkungan perairan bersifat komplek, sehingga perlu dikaji secara berkelanjutan. Parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan dapat berupa parameter fisik, kimia dan biologi. Diantara ketiga parameter tersebut yang mudah diamati adalah parameter fisik berupa suhu, arus, angin dan gelombang. Parameter lingkungan tersebut akan mempengaruhi penyebaran ikan, migrasi, agregrasi (penggerombolan), pemijahan dan persediaan makanan serta tingkah laku ikan (Setyohadi, 2011). Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dengan berbagai kondisi lingkungan. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode migrasi musiman, serta keberadaan ikan di suatu tempat (Edmondri, 1999 dalam Cahya, 2016).
Hubungan fishing ground dengan kelakuan ikan atau Sebab-sebab utama jenis ikan berkumpul di suatu daerah perairan tertentu adalah Ikan-ikan tersebut memilih perairan yang cocok untuk hidupnya, mencari makan, mencari tempat yang disukai, mencari tempat yang sesuai untuk pemijahannya maupun untuk perkembangan larvanya.







D.  Menentukan kawasan Fishing Ground perlu diperhatikan

Gambar peta penangkapan ikan di seluruh Indonesia.
Simbolon et al (2009) menjelaskan bahwa daerah penangkapan ikan adalah area dimana sumberdaya perikanan dapat di eksploitasi sepanjang waktu dan alat tangkap dapat di operasikan dengan optimal. Terbentuknya daerah penangkapan ikan dapat terjadi secara alami maupun buatan. Daerah penangkapan ikan yang terbentuk secara alami dapat di sebabkan oleh lingkungan perairan itu sendiri misalnya adanya front dan upwelling. Daerah penangkapan ikan buatan dilakukan dengan pemasangan rumpon sebagai rumah ikan. Yang perlu di perhatikan dalam menentukan kawasan fishing ground adalah jenis ikan yang akan dimanfaatkan, dimana habitat ikan tersebut tempat mengumpulnnya ikan mencari makan, geografis perairan juga sangat penting menetukan penangkapan ikan yang dimana perlu di perhatikan lagi geografis perairan yang akan ditangkap ikan yang dimanfaatkan tersebut, Distribusi dan penyebaran ikan, Ukuran dan jenis kapal perikanan, Ukuran dan jenis alat tangkap.
Untuk menentukan penilaian suatu daerah penangkapan ikan (Fishing Ground), dimana hal tersebut tidak hanya ditentukan oleh suhu semata, akan tetapi juga oleh perubahan suhu. Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting dalam merangsang dan menentukan konsetrasi gerombolan ikan. Suhu memegang peranan dalam penentuan daerah penangkapan ikan (Demena, 2017).
Gambar gerombolan ikan di perairan laut.
Cara menentukan gerombolan ikan dapat dilakukan dengan memperhatikan fenomena Perubahan warna air laut, Lompatan ikan - ikan kecil dipermukaan laut, Riak kecil diatas permukaan laut, Adanya buih dipermukaan laut, Burung yang menukik menyambar arah permukaan laut. Lama musim peangkapan ikan berlangsung beragam antar lokasi fishing ground dan juga antar jenis ikan, meskipun secara umum relatif sama. Indikasi terjadinya musim penangkapan ikan ditandai keberhasilan nelayan dalam menangkap ikan yang lebih tinggi dibandingkan waktu selain musim ikan. Pengetahuan (pengalaman) nelayan menunjukkan bahwa sebagian besar ikan tertangkap hanya pada satu musim saja, yaitu pada musim angin barat atau timur. Menurut Anonim, 2009 lama musim ikan ada yang berlangsung 4-7 bulan. Pada umumnya hasil tangkap ikan lebih tinggi pada musim timur (Nahib, 2010).
Sumberdaya ikan masih dianggap memiliki sifat terbuka (open access) dan milik bersama (common property), artinya setiap orang mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut. Persoalan hak pemanfaatan tidak hanya melibatkan satu pihak, yakni masyarakat lokal atau nelayan, tetapi juga pihak lain seperti pengusaha dan pemerintah. Berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam sering berbenturan sehingga menimbulkan konflik. Setiap pengguna sumberdaya memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut. Sifat pemanfaatan sumberdaya yang demikian akan mengakibatkan konflik antar pengguna sumberdaya, khususnya antar kelompok nelayan (Christy 1987).




























DAFTAR PUSTAKA
Ain Churun, 2014. Sebaran Spasial Fishing Ground Brdasarkan Kesuburan Perairan Pada Musim Timur di Perairan Teluk Semarang. Jurnal Saintek Perikanan. 9(2) : 7 – 10.
Cahya Nilam Citra, 2016. Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Distribusi Ikan. Jurnal oseana. 4 : 1 – 14.
Demena, 2017. Penentuan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Menggunakan Citra Satelit Di Perairan Jayapura Selatan Kota Jayapura. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 2(1) : 194 – 199.
Nahib, 2010. Prediksi Pola Sebaran Fiishing Ground Nelayan di Perairan Selatan Yogyakarta. Jurnal Globe. 12(1) : 9 – 20.
Purnama, 2015. Pola Pemanfaatan Daerah Penangkapan Ikan Untuk Mereduksi Konflik Perikanan Tangkap Di Perairan Utara Aceh. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 6(2) : 149 – 158.
Simbolon, D. Tadjuddah, M. 2008. Pendugaan Front dan Upwelling melalui interpretasi citra suhu permukaan laut dan clorofil-a di perairan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Buleting PSP. Vol. XVII No. 3 Desember.
Zainal Sumardi, 2010. Alat Penangkapan Ikan Yang Ramah Lingkungan Berbasis Code of Conduct For Responsible Fisheries di Kota Banda Aceh. Jurnal Agrisep. 15(2).

Komentar